Kamis, 21 Januari 2010



Desak Menhut Cabut Tiga Perizinan
FMPL Kepung Kantor Pusat PT RAPP Dan Dirjen Kehutan RI Jakarta

Jakarta,Ratusan massa yang tergabung dalam Furum Masyarakat Peduli Lingkungan(FMPL) Sekabupaten kepulauan meranti,Bersama berbagai elemen masyarakat lainya,Rabu(21/01) menggelar unjuk rasa di kantor dirjen kehutaran republic Indonesia pusat, Maupun di halaman kantor PT RAPP.Di mana pendemo meminta kepada menteri kehutanan RI maupun pimpinan PT RAPP pusat agar segera menghentikan segala eksploitasi pengelolaan isi hutan untuk tanaman industri.

Sejak pukul 09.30 wib sampai dengan 13.30 wib itu,Ratusan massa yang menggelar demo kantor dirjen kehutanan RI dan kantor PT RAPP Jakarta pusat itu umumnya berasal dari wilayah kabupaten kepulauan meranti, Kabupaten Pelalawan,kabupaten Siak dan lima kabupaten lainya yang berasal dari propinsi riau,dan propinsi Sumatra utara seperti massa yang mengatas namakan masyarakat kabupaten padang lawas Sumatra utara.

Didi mariadi ketua Forum masyarakat peduli lingkungan(FMPL) se kabupaten kepulauan meranti di dampingi Muslim wakil ketua forum kepada wartawan ini melalui selulernya kamis (21/01) pihaknya mengatakan,”Seperti apa yang telah kita sampaikan ketika kita menggelar unjuk rasa di kantor bupati kepulauan meranti beberapa waktu lalu dalam rangka menolak segala bentuk perizinan pengelolaan hutan tanaman industri maupun pengelolaan izin hutan tanaman rakyat di wilayah kepulauan meranti yang telah di keluarkan oleh Ms Kaban mantan menteri kehutanan RI,

Untuk itu, Kami dari Furum masyarakat peduli lingkungan,Di mana dari 30 an ribu anggotanya berasal dari masyarakat pedesaan yang ada di kabupaten kepulauan meranti,Tidak akan berhenti atau mundur sejengkal pun dalam melakukan penolakan atas keberadaan tiga perusahaan kayu akasia yang berkedok menjalankan perizinan Hutan tanaman industri maupun berdalih menjalankan perizinan hutan tanaman rakyat yang di keluarkan oleh MS kaban mantan menteri kehutanan RI.

Dari tiga perusahaan akasia itu, dua di antaranya sudah beroperasi sejak pertengahan tahun 2009 lalu yaitu PT Sumatra Riang lestari (PT SRL) yang menjalankan perizinan HTI seluas 18 ribu hektar di pulau rangsang kecamatan rangsang,begitu juga PT Lestari Unggul makmur (PT LUM) yang beroperasi di pulau tebing tinggi, Sementara Perusahaan lainya yang juga memiliki perizinan pengelolaan hutan adalah PT RAPP, yang akan menjalankan izin hutan tanaman rakyat(HTR) di pulau padang kecamatan merbau dengan luas areal 43 ribu hektar, dari luas pulau padang sekitar 76 ribu hektar itu.

Lanjut Didi,Jika di perhatikan dalam kurun enam bulan terahir sejak  PT LUM dan PT SRL menjalankan perizinan HTI di pulau rangsang dan pulau tebing tinggi,Menumbulkan berbagai bentuk keresahan di tengah-tengah masyarakat, Seperti halnya apa yang di rasakan oleh puluhan kepala keluarga masyarakat sungai gayung kiri kecamatan rangsang,Mereka  yang mayoritas masyarakatnya bekerja di ladang, dengan menanam kopi, kelapa, serta sayur mayur, Ahir ahir ini mulai terancam tidak bisa lagi menikmati hasil kebun mereka, Sebab sedikitnya 500 hingga 750 hektar perkebunan masyarakat sana di genangi air dengan ketinggian air 0,5 hingga 1 meter.

Padahal menurut pengakuan masyarakat setempat, mereka yang sejak tahun 1971 mengelola perkebunan, mengaku belum pernah sekalipun ladang mereka di genangi air, Namun sejak perusahaan perkebunan akasia itu khususnya PT SRL beroperasi dengan membangun kanal yang sampai saat ini panjangnya di perkirakan mencapai puluhan ribu meter dengan lebar antara 8 meter,12 meter hingga 18 meter, Di perparah oleh ketidak propesionalan pihak perusahaan dalam membangun karena mudah terbawa arus, Membuat luapan puluhan air kanal yang mengalir ke anak sungai gayung kiri itu sampai detik ini perkebunan masyarakat yang mereka tanami kelapa, kopi, serta sayur mayur,tergenang oleh luapan air kanal.

Akibat ladang masyarakat di genangi oleh luapan air kanal perusahaan aksia itu,berdampak kepada menurunya penghasilan masyarakat di sana, Bahkan dalam dua bulan terahir hasil perkebunan masyarakat mengalami penurunan yang sangat drastic,di mana jika sebelum perkebunan mereka tergenangi air oleh luapan air kanal.
, masyarakat dalam satu minggu bisa memanen 85 ribu buah kelapa, namun setelah ladang mereka tegenang dalam beberapa bulan terahir, jumlah panen mereka dalam satu minggu tidak mencapai tujuh ribu buah kelapa.

Selan panen kelapa, hasil perkebunan kopi masyarakat pun mengalami hal yang sama, di mana sebelum ladang mereka tergenangi oleh luapan air kanal, dalam satu minggu masyarakat sungai gayng kiri mampu memanen kopi torabika sekitar 15 ton, Namun setelah tanaman kopi mereka tergenang dengan ketinggian setengah hingga satu meter, hasil panen mereka perminggunya berkisar 3 sampai 4,5 ton, Padahak kedua komoditi ini selain untuk memenuhi pangsa pasar local, umumnya mereka ekspor ke Malaysia dan singapura.

Meskipun saat ini masyarakat sungai gayung kiri masih bisa memanen hasil perkebunan mereka,Genangan air kanal perusahaan akasia itu mengakibatkan mutu dan kualitas kelapa maupun kopi mereka sangat buruk, Sehingga harga jual buah kelapa maupun buah kopi di pasaran Malaysia dan singapura yang selama ini bisa di katakan harganya sangat tinggi, saat ini harganya sangat rendah, bahkan banyak di antara pedagang kopi maupun kelapa asal pulau rangsang yang selama ini berniaga kepasaran luar negeri, banyak di antara mereka yang tidak lagi menjalankan aktifitasnya, sebab di jamin hasil jualan mereka tidak akan habis terjual di sana, seperti sebelum-sebelumnya.

Dampak lain dari pengelolaan hutan tanaman industri, di jamin 85 persen hutan yang ada di pulau rangsang, Pulau tebing tinggi, dan pulau padang,tidak sampai sepuluh tahun lagi akan gundul,Artinya perusahaan itu tidak perlu sampai 100 tahun untuk mengelola izin mereka dalam menghabisi isi hutan, seperti yang tertera dalam kontrak perusahaan perusahaan itu dalam menjalankan izin HTI.Jadi setelah isi hutan habis, kemana masyarakat mencari kayu untuk membangun rumah, maupun untuk berbagai keperluan,dan perlu di pertanyakan apalah nantinya masyarakat dapat membeli kayu akasia perusahaan itu untuk membangun rumah.

Lanjut Didi, Bahkan jika perusahaan it uterus di biarkan beroperasi, pulau rangsang, Pulau tebing tinggi, serta pulau padang, yang merupakan satu-satunya daerah kabupaten kepulauan di propinsi riau, di pastikan akan tercabik-cabik dan terkotak-kotak, akibat pembangunan kanal, Tidak adanya hutan penyangga abrasi yang menahan lajunya ombak selat malaka, bahkan gugusan pulau di kabupaten kepulauan meranti ini tidak sampai 30 tahun kedepan akan rata dengan lautan selat malaka.parahnya keberadaan haris batas terluar pulau-pulau terluar di Negara kita akan hilang dan mudah di capolok oleh pihak-pihak asing.

Di samping itu, dengan beroperasinya keduan perusahaan itu, sudah banyak hal buruk maupun benih-benih konflik di tengah-tengah masyarkat, di mana kehidunan masyarakat mulai terpecah-pecah, padahal sebelumnya mereka selalu hidup harmionis,hal ini di sebabkan oleh berbagai hal, seperti penyerobotan tanah, ladang pemukiman serta asset pribadi maupun asset desa hingga daerah ini, yang mentah mentah di libas oleh perusahaan, sehingga sampai saat ini kehidupan masyarakat di sana mulai terombang ambing oleh bujuk rayu perusahaan kapitalis itu yang ingin menghancurkan daerah kepulauan meranti,

Melalui unjuk rasa yang kami gelar di depan kantor dirjen kehutanan RI dan di lanjutkan ke kantor PT RAPP yang berada di Jakarta ini, kami menghimbau kepada menteri kehutanan yang baru saja di lantik, agar sehera mencabut izin pengelolaan hutan yang mereka miliki, sebab sempai saat ini tidak satupun bentuk perizinan pengelolaan hutan di Negara ini berhasil mensejahterakan rakyat, namun sebaliknya malah membuat hudup masyarakat perpecah belah dan sengsara.

Di samping itu, kami himbau kepada petinggi perusahaan kayu akasia teebesar di asia tenggara itu, jangan semena-mena memperlakukan masyarakat demi kepentingan mereka dalam menguasai isi hutan di kabupaten kepulauan meranti, apakah mereka tidak puas yang sudah membuktikan dirinya sebagai perusahaan penguasa hutan terbesar di propinsi riau, mengingat, hutan yang ada saat ini bukan lagi berada di cengkeraman Negara kesatuan republic Indonesia yang telah di atur oleh undang undang kekayaan alam harus di kuasai oleh Negara demi kepentingan rakyat, melainkan hutan yang ada di riau sudah di kuasai oleh kapitalis, jadi di mana letak penerapan undang undang dasar Negara Ri itu.paparnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan masukan komentar anda